0
Home  ›  My Story

Tahun Baru di Tiga Kota Indonesia



Selamat datang 2019!

Tahun baru lalu saya masih tinggal di kontrakan di Cikarang. Gak pernah menyangka jika akhirnya di tahun ini saya berada di Surabaya. Meengikuti suami yang akhirnya mengajak menetap di sini. Entah untuk sementara atau seterusnya.


Seperti yang saya lakukan di tahun-tahun baru sebelumnya ketika masih di Jakarta dan Cikarang, setiap malam tahun baru saya selalu mengajak suami untuk keliling kota. Tentu saja bukan untuk ikut memeriahkan ramainya tahun baru. Apalagi niup terompet dan nyalain kembang api. Bukaaan… tetapi, karena saya penasaran seperti apa kota yang saya tempati saat ini ketika tahun baru tiba.

Kali ini saya menemukan perbedaan yang tidak seberapa mencolok. Khususnya di lalu lalang kendaraan di jalan raya.

Karena Surabaya kami mepet Gresik, jadi semalam saya tidak keliling Surabaya, tetapi ikut di titik kota Gresik. Dan menemukan keramaian itu ada di GOR (Gelanggang Olah Raga) Gelora Joko Samudro. Kami hanya lewat, kemudian melanjutkan perjalanan mencari titik keramaian di tempat lain, dan menemukan di taman-taman yang ramai oleh pedagang makanan, sewa mainan anak-anak, dan orang-orang nongkrong. Kami tidak berhenti di titik ini juga.



Melanjutkan perjalanan, dan mendapati hampir semua rumah makan dan restoran dipadati pengunjung. Keren bener minat kulinernya ya warga Surabaya dan Gresik ini. Kami mencari sesuatu yang belum pernah saya makan selam di sini. Yaitu nasi goreng Jawa. Beberapa tempat favorit yang kami datangi tutup. Sayang sekali, harusnya mereka peroleh banyak pembeli seperti tempat makan lainnya. Karena semua yang kami lewati benar-benar ramai pengunjung, termasuk mie ayam dan bakso.

Akhirnya setelah keliling-keliling agak lama, kami menemukan satu penjual yang masakannya lumayan enak. Sayangnya saya tidak sempat memotretnya. Hehe…

Jalananan juga biasa, tidak padat namun juga tidak sepi, kecuali jalan raya yang baru keluar pintu toll Romokalisari Surabaya. Jalanan ini biasanya sangat ramai dan sulit sekali untuk menyebrang. Tetapi semalam sepi.

Ah iya, saya sama sekali tidak mendengar tiupan terompet mau pun petasan semalam. Padahal saya belum tidur sampai jam satu malam. Waktu di Jakarta, jangan tanya deh, suara gemuruh petasan penyambutan tahun baru sangat memekakakkan telinga. Begitu juga ketika masih tinggal di Cikarang.

Suasana Pagi
Jika di Jakarta dan Cikarang pagi pasti sepi, rumah makan dan restoran banyak yang tutup di Surabaya jalanan masih sama, ramai. Meskipun tidak seramai biasanya. Saya masih berani menuntun Nurul (25 bulan) saat menyeberang. Kalau di pusat perbelanjaan saya belum mengecek.

Sore, Surabaya di lingkungan saya mulai ramai seperti biasa. Pintu-pintu sudah mulai terbuka. Begitu juga warung. Anak-anak sudah mulai berkeliaran di halaman. Sepertinya yang berlibur dari beberapa hari sebelumnya sudah pada kembali.

Tentu saja, ketiga kota yang telah saya ceritakan di atas jauh berbeda dengan di Lampung, tempat di mana saya lahir  dan tumbuh. Di Lampung daerah saya sama sekali belum pernah ada tiupan terompet apalagi nyala kembang api yang begitu besar. Jadi apa yang dinikmati orang-orang di kota besar saat tahun baru, bagi warga sekitar tempat saya sana adalah hal yang tidak dikenal. Kecuali bakar-bakar, yang kini mulai dikenal oleh pemudanya.

Begitulah cerita dari tiga kota tempat yang pernah saya tinggali di Indonesia ketika tahun baru tiba. Setiap kota pasti berbeda ya Mak. Bagaimana dengan kotamu? Yuk berbagi cerita…

14 comments
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS