0
Home  ›  Tidak Ada Kategori

Pengalaman Sembuh Dari COVID-19 (PART 2)

 

Pengalaman+sembuh+dari+covid-19

BACA PART SEBWLUMNYA:
PART 1 PENGALAMAN POSITIF COVID-19 SEKELUARGA


Di hari pertama sakit (POSITIF COVID-19), yang saya pikirkan adalah makan anak-anak (DUO NIM), terutama Si Sulung, yang dalam keadaan sehat saja dia jarang sekali mau makan. Malam itu dia minta makan ayam kripik (fried chicken), saya pesankan via gofood. Ternyata hanya dilihatin saja tanpa mau memakannya.


Saya langsung ingat, biasanya Si Sulung, mau makan buah pir dan apel kalau sedang sakit. Sayangnya, hari itu sedang tidak punya buah sama sekali. Uang tinggal 400 ribu yang sedianya buat makan sampai tanggal 10 bulan berikutnya. Namun, demi anak, dan karena memang tidak ada yang bisa dimintai tolong belikan buah, akhirnya saya putuskan untuk membeli buah via go food lagi. Dari pada anak tidak makan. Sebutir apel, sebutir pir, dan sebutir nanas. Alhamdulillah anak-anak mau makan nanas dan pirnya, terutama si sulung. Sementara si bungsu masih nenen, jadi makan sedikit buah tidak masalah. Saya dan Ayahnya masih ada lauk sisa pagi.


Keesokan harinya, saya mulai bingung lagi, kami mau makan apa. Tetangga tidak ada yang tahu kami sedang ambruk semua. Saya mencoba melobi suami untuk menghubungi tetangga yang bisa masak, maksud saya, untuk meminta bantuan dimasakin lauk dan menggantinya dengan uang, toh dia juga sering bikin sayuran matang buat dititipkan di warung jajan kakaknya. Minimal selama kami belum bisa belanja dan mengolah makanan sendiri. Namun suami menolak, dengan alasan khawatir warga bakal heboh. Akhirnya jam 10 pagi baru bertemu sarapan, itu karena ada penjual bakso lewat depan rumah.


Namanya orang sakit, nelan bakso pun rasanya sangat susah. Tetapi saya ingat, "harus makan" jadi saya paksakan sesendok nasi harua masuk ke perut. Setelah itu kembali kelaparan karena baru bertemu makanan lagi jam 19:30an, pesan via gofood lagi.


Bantuan Berdatangan


Di hari ketiga suami memaksakan diri untuk bangkit, membeli sambal terasi dan terong goreng di warung terdekat (warung kelontong, tetapi kadang ada makanan matang - tidak selalu ada). Sesendok nasi terus saya paksakan untuk masuk ke perut, tetapi karena tidak ada asupan lain, tubuh saya bukannya semakin membaik, yang ada semakin sesak, lemas, dan kepala saaakiit sekali. Dipakai untuk bicara pun sulit sekali. Pandangan mata terasa kabur. Begitu juga hari ke tiga dan empat, ditambah dua anak yang rewel setiap malam. Tidak ada yang mau dengan ayahnya. Semua mintanya Bunda. Alhasil tubuh saya terasa semakin lungkrah.


Suami juga menolak ketika saya meminta menghubungi satgas, seperti saran teman-teman. Namun lagi-lqgi tidak ada tanggapan. Akhirnya, di sebuah grup khusus yang isinya hanya 21 emaks, saya mengeluh, "Saya udah gak kuat rasanya, saya butuh bantuan ini,"


Kepada suami saya berpesan, jika saya ditakdirkan berpulang saat itu, saya memintanya tidak menikah dulu sebelum anak-anak bisa menjaga diri mereka sendiri. Maraknya berita orang tua tiri yang menyiksa hingga tewas anak-anak tiri membuat saya sangat ketakutan akan hal itu.


Di akun sosial media, terutama facebook, saya juga meminta maaf kepada teman-teman dunia maya saya. Seiring jeritan hati kepada-Nya agar selembar nyawa ini jangan dicabut dulu. Anak-anak kami masih membutuhkanku.


Setelah itu saya tidak melihat-lihat ponsel lagi. Karena kepala semakin terasa sakit jika sering menatap layar ponsel.


Peran PKS dan Komunitas SALIMAH


Keesokan harinya, sekitar jam 11an, saya baru melihat-lihat handphone saya lagi. Ternyata sudah banyak sekali chat yang masuk di WhatsApp saya. Di antara mereka adalah dari Komunitas Salimah dan PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Bahkan sehari kemudian, ada salah satu dokter dari PKS yang terus mendampingi kami hingga kami menjalani masa pemulihan. Masya Allah terharu.


Tidak lama kemudian, ada babang ojek online yang datang, mengirimkan paket sembako, nasi Padang, dan juga obat-obatan herbal dan masker. Alhamdulillah kami ada makanan matang, meskipun lagi-lagi hanya bisa menelan sesendok saja dengan sangat dipaksakan.


Saya juga merasa sangat terbantu dengan herbal yang dimasukkan ke hidung di kala sesak datang menyerang.


Peran Dompet Dhuafa Jawa Timur Dan Bulan Sabit Merah


Malam kemudian beberapa teman Alumni FLP Hong Kong juga menghubungi, menanyakan apa yang saya butuhkan.


"Kami butuh makanan siap santap, karena tidak ada yang bisa belanja dan memasak saat ini. Jangan kirimi saya sembako, karena memang tidak ada yang mengolah," kata saya tanpa malu. Gimana lagi, benar-benar sedang butuh bantuan kenapa harus jaim kan? *Wakakakak.


Uang kami juga habis.


Tidak lama kemudian, yang datang justru orang dari Dompet Dhuafa Jawa Timur, Mbak Rini Karistijani, dengan satu box besar sembako, makanan siap santap, buah-buahan dan obat-obatan. Kelak, berkat bantuan dari Mbak Rini juga, pada 03 Juli 2021, kami sekeluarga diboyong pihak kelurahan untuk test swab di kecamatan Benowo, diantar oleh Pak RW setempat. Setelah itu diantar ke rumah sakit, dan menjalani pengobatan. Alhamdulillah.


Keesokannya, ada notifikasi masuk di whatsapp saya. Dari Grab, saya merasa aneh, karena tidak ada info apa-apa mengenainya.


Namun kemudian pesan susulan masuk, dari nomor yang berbeda. Mengabarkan bahwa Bulan Sabit Merah sedang mengirimkan obat-obatan untuk kami. Masya Allah.


Pengalaman+sembuh+dari+covid-19



Bantuan Dari Teman Alumni Pekerja Migran


Setelah itu, bantuan berupa makanan instan, buah, snack, obat-obatan, ramuan herbal, dan lain-lainnya juga berdatangan dari teman-teman Alumni Pekerja Migran Hong Kong, ada yang dari Ponorogo, dan Madiun. Juga dari salah seorang kenalan kami yang asli orang Jepang. Masya Allah, terharu sekali rasanya. Betapa banyak orang-orang yang menyayangi kami, padahal saya jarang sekali, bahkan tidak pernah menyapa mereka. Sehatkan dan bahagiakan mereka semua beserta anak keturunannya ya, Rabb.



Bantuan Teman-Teman Penulis


Selain bantuan dari pihak di atas, saya juga peroleh dukungan semangat dan doa dari teman penulis dan lainnya. Mak Inna Citobiy, Teh Pipiet Senja. Thanks to Mbak Nuhayati teman penulis di KBM APP, atas kiriman kapsul herbal Arabnya, Qusthul Hindi. 

Thanks to Nayla yang mengirimi Sari Kurma Batrisyanya.

Mas Irvan Aqila dengan Madu Kemarinnya

Dan juga teman-teman lainnya, Shiho Sawai Chan, Mbak Dyah Pramesywarie, Mbak Dewi Adicara, Mbak Mega Vristian, Mbak Ilma, Mbak Wina, Jaladara, Mbak Avizena Zen, Toko Nabila. Dan semua teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu di sini. Semoga Allah limpahkan karunianya kepada kalian semua.


Upaya Kami Untuk Sembuh


Di antara kami semua, yang paling parah sakitnya adalah saya. Ketika suami dan anak-anak sudah bisa makan dengan normal, bisa berdiri dan bermain, saya masih setia dengan kasur. Selama 18 hari saya tidak bisa berbuat banyak. Sakit kepala, gemetar, dan sesak sangat bandel menempel pada diri saya.


Berbagai upaya yang dikatakan orang semua saya jalankan demi kesembuhan.


Minum minyak kayu putih.

Uap-uap

Minum herbal

Mpon-mpon

Wedhang jahe

Berjemur

Memaksakan diri makan dan minum

Konsumsi obat-obatan

Oles-oles minyak dan freshcare

Dan sebagainya. Apa yang dikatakan orang dan video yang masuk, semua saya praktekkan demi sembuh.


Tetapi, begitulah takdir kami. Saya harus menjalani sakit oleh COVID-19 itu dengan waktu yang lebih lama. 


Karantina di Asrama Haji Surabaya

Tanggal 13 Juli 2021, suami menerima kabar, bahwa, kami berlima positif COVID-19. Dan harus mau dikarantina di Asrama Haji Surabaya. Kecuali jika mau membayar test swab terbaru dengan hasil negatif.


Wah, kami berlima, jika perorang harus keluar biaya Rp. 800.000 untuk swab, berapa totalnya? Uang dari mana? Sedangkan kami tidak ada yang bekerja. Saya juga tidak bisa mengambil job selama sakit. Akhirnya pada 14 Juli 2021 kami semua berangkat ke Hotel Asrama Haji - Surabaya, dengan diantar menggunakan mobil Pak RW lagi.


Awalnya, karantina merupakan hal yang paling saya takutkan selama pandemi covid-19 ini. Bayangan saya tentang karantina covid adalah hal-hal yang mengerikan. Aku pasti akan dinyatakan mati jika sampai dikarantina, begitu saya berpikir.


Namun, hati saya sedikit tenang, ketika Bu Dewi (seorang dokter dari PKS) yang selalu memantau kondisi kami, terus menyemangati dan menenangkan. Begitu juga Mbak Rini, dan teman-teman Alumni Migran Hong Kong. 


Apalagi saya tidak sendiri. Ada suami, ibu mertua dan anak-anak bersamaku. Di asrama, kami berlima tinggal di satu kamar.


Ternyata karantina tak semengerikan bayangan saya selama ini. Di sana kami hanya istirahat, tiduran, ikut senam, berjemur, menjalani test kesehatan. Sementara untuk konsumsi, semua telah disediakan. Makanannya pun lumayan enak-enak.


Tanggal 16 sore, kami menjalani test swab lagi. 17 malam kami dikabari hasilnya sudah negatif semua. Lalu diberi surat, pernyataan bahwa kami sudah negatif dari Covid-19, dan diijinkan pulang ke rumah. Dengan catatan, tetap isoman selama tiga hari lagi.


Tanggal 21 Juli 2021, bertepatan dwngan hari Iesul Adha 2021, kami sudah bebas beraktivitas lagi. Kami sudah diperbolehkan keluar rumah lagi. Kami sudah sehat semua. Alhamdulillah.


Begitulah singkat cerita pengalaman kami terkena positif COVID-19 pada 25 Juni - 20 Juli 2021. 

Terima kasih kepada semua yang terlibat dalam kesehatan kami. Semoga kalian dan keluarga sehat semua ya.


Jaga diri, jaga kesehatan. Tetap patuhi protokol kesehatan.


Salam dari Penyintas Covid-19 Surabaya!

26 comments
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS