0
Home  ›  Tidak Ada Kategori

Lebaran 2020, Hari Raya Paling Menenangkan


Lebaran seperti tidak lebaran

Selesai sudah Ramadhan tahun 2020. Seperti yang sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, usai melaksanakan ibadah Ramadan selama sebulan penuh, tibalah waktunya ummat Islam merayakan kemenangan. Kita menyebutnya lebaran. Atau Hari Raya Iedul Fitri.


Saya ucapkan, Selamat hari raya iedul fitri, mohon maaf lahir batin, kepada seluruh sahabat saya di dunia maya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala mengampuni dosa-dosa kita semua, serta menerima semua amal ibadah kita selama bulan Ramadhan.

Seperti yang telah saya tulis pada judul tulisan, hari raya tahun ini merupakan lebaran yang paaling menenangkan bagi saya. Bagaimana tidak? Jika tahun-tahun sebelumnya saya harus memikirkan segala biaya tetek bengek kebiasaan hari raya, seperti pakaian, sandal, sepatu, untuk suami dan saya, untuk pakaian anak-anak yang tidak cukup satu stell, tahun ini saya sangat tenang dengan tidak perlu memikirkan semua itu. Saya tidak perlu memaksakan diri mengalokasikan dana untuk semua kebutuhan itu, sehingga uang bisa kami manfaatkan untuk kepentingan yang mendesak lainnya. Seperti kebutuhan pangan yang harus terus ada. 

Semula, beberapa hari sebelum lebaran, saya merasa heran ketika menonton berita di televisi, pasar-pasar dan mall yang dibuka ramai diserbu pembeli yang berburu pakaian baru. Dalam hati saya bertanya-tanya, akankah jadi ada lebaran di tengah pandemi covid-19 ini?

Covid-19 belum berlalu. PSBB masih berlaku. Saya pikir, buat apa membeli pakaian? Kami tidak akan kemana-mana. Juga tidak menerima tamu siapa-siapa, karena ibu mertua juga sepakat tidak akan membuka pintu agar tidak mendatangkan tamu.

Lalu, bagaimana silaturrahmi dengan keluarga dan tetangga?

Saya rasa sama ya dengan teman-teman lainnya. Silaturrahmi dilakukan dengan fasilitas yang ada. Internet, dan video call.

Pagi sekali, anak bungsu ibu mertua telah menelepon via video call di WhatsApp suami. Lalu disusul anak ke empat, dan seterusnya anak-anak yang lainnya menelepon satu-persatu via video call. Itu sudah cukup mengobati kerinduan akan kebersamaan di hari raya. Pun yang saya lakukan, saya hanya bisa menelepon kedua orang tua saya di Lampung. Ini merupakan lebaran kedua sejak di Surabaya kami belum bisa mudik ke Lampung. Seharusnya tahun ini adalah mudik bagi kami dan lebaran di sana. Qodarullah keadaan belum memungkinkan. Padahal seharusnya menjadi kali pertama juga si bungsu Nadine bertemu mbahnya di Lampung.

Lebaran Tanpa Salaman
Di negera kita, salaman di hari raya idul fitri sudah menjadi tradisi sejak lama. Jangankan lebaran, tidak lebaran juga jika bertemu dengan kerabat pasti saling bersalaman. Di tahun ini, tradisi tersebut terpaksa dihilangkan, meskipun masih ada sebagian orang yang tidak mematuhi.

Di dalam Islam, salaman dengan sesama sangat dianjurkan, karena disebutkan, salaman dapat menggugurkan dosa-dosa kesalahan yang diperbuat oleh orang yang bersangkutan. Hal ini pernah saya dengar dari Ustadz saya ketika mengaji di masjid sekitar rumah jaman saya kecil dulu. Tetapi, di tahun ini salaman tidak dianjurkan, jadi semua orang faham, dan menghindari bersalaman. Toh bermaaf-maafan tidak harus salaman kan?

Lebaran Tanpa Ketupat
Bagi kami, lebaran tanpa ketupat itu biasa banget, karena memang sejak kecil di Lampung tempat saya tinggal, tidak ada ketupat di hari raya. Ketupat baru ada seminggu setelah lebaran, yang kami sebut sebagai "Hari Raya Ketupat.". Jadi pas lebaran idul fitri, makanan hanyalah camilan yang ada di meja ruang tamu. Berbeda dengan tradisi di beberapa daerah lain. Salah satunya seperti Jakarta. Dua kali lebaran di Jakarta, setiap bertamu, selalu ditawari makan ketupat.

Di Surabaya, ternyata sama dengan tradisi di Lampung. Lebaran tanpa ketupat, seminggu kemudian ada lebaran ketupat tersendiri.



Tradisi Kue Lebaran
Jadi, apakah lebaran kali ini tidak ada kue juga? Ada donk. Kami memang tidak membuat kue. Sejak dulu kala, setiap lebaran saya belum pernah memikirkan kue. Saya hanya tahu makan saja. Baik itu buatannya mamak saya maupun ibu mertua. Tentu saja, karena meskipun hampir 6 tahun kami menjalani pernikahan, kami hidup di rantau, 
yang setiap lebaran tiba pasti kami tinggalkan untuk mudik secara bergilir, misal tahun lalu ke Lampung tempat orang tua saya, tahun berikutnya ke Surabaya, tempat orang tua dan keluarga besar suami.Jadi kami tidak perlu menata kue sendiri di meja. 

Dan tahun ini masih sama. Saya juga tidak membuat kue, tetapi kue banyak berdatangan dari arah yang tak terduga. Sehingga kami memiliki banyak wafer, wafel kering, kerupuk, keripik, dan biskuit. Intinya, kami tidak kekurangan kue di hari lebaran. Sehingga anak-anak tetap senang meskipun belum faham apa yang tengah terjadi.

Pufh.. panjang saya menceritakan kisah lebaran tahun 2020 ini. Yang meskipun banyak hal terjadi sejak pandemi covid-19 ini beredar. Meskipun menjalani Ramadhan dengan penuh drama, endingnya, tetap ada hikmah yang bisa dipetik dan dijadikan pelajaran.

Meskipun lebaran tetap #DiRumahAja #StayAtHome namun saya menemukan ketenangan, karena selama Ramadhan tidak kemrungsunh memikirkan kebutuhan lebaran. Ini hikmah yang luar biasa dari pandemi yang tengah ada.


Surabaya, Kamis, 28 Mei 2020 (20:56)
14 comments
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS