0
Home  ›  Tidak Ada Kategori

Fakta Wanita Pasca Secar (SC)



Mungkin tidak semua mengalami hal ini ya, karena saya menuliskan ini berdasarkan pengalaman yang saya alami pasca melahirkan secar, anak pertama dan kedua.


1. Menangis Tanpa Rasa 

“Ibu kenapa menangis?” Tanya dokter ketika anak pertama saya lahir. Saya tidak bisa menjawab karena semakin terisak. Pertanyaan itu pun diulang, baru saya bisa menjawab, “Tidak tau, Dok. Tiba-tiba saja.” Dan tangis saya masih berkelanjutan, hanya saja saya tetap tidak tahu kenapa saya menangis. Hati saya seperti mati. Mungkin ikut imbas dari bius yang sedang berlangsung.

Ketika saya telah dipindahkan ke kamar lain, suami sudah ada di sana. Menunjukkan photo-photo bayi kepadaku. Saya hanya melirik sebentar, kemudian kembali menangis. Tetap belum tahu menangis karena apa.

Anak Kedua
Pertanyaan, “Ibu kenapa menangis?” kembali dilontarkan tetapi bukan dari dokter kandungan melainkan dokter anestesi yang stanby di atas kepala saya. “Tidak tahu,” lagi-lagi jawaban itu yang keluar.
“Itu tangis haru, Bu. Bahagia.” Katanya. Tangis saya pun berhenti. Berganti dengan mual-mual. Dibantu oleh dokter anestesi, mual hilang. Tidak lama berubah jadi batuk-batuk.
“Jangan batuk, Bu.” Katanya lagi. Saya tetap tidak bisa menahan. Hingga tak lama kemudian dada saya sesak. Dalam hati saya berdoa, “Jangan ambil napas ini yaa Rab. Jangan ambil nyawaku. Anak-anakku masih membutuhkanku.” Dengan cekatan dokter anastesi memberiki bantuan alat pernafasan. Tetap tidak membantu. Nafas tetap tersengal-sengal. Berasa hampir putus.
“Ya sudah Ibu tidur saja.” Kata dokter anastesi. Less.. saya kehilangan kesadaran. Pas sadar saya sudah berada di kamar tunggu, ketika perawat memanggil keluarga saya untuk dibawa pindah kamar inap.
"Apakah saya tadi dibius lagi, Dok?"
"Tidak."
"Kalau gitu, saya dihipnotis?" Pria itu  tersenyum sebentar.




2. Merasa Sendiri Dan Sedih

Pasca anak pertama lahir dulu, saya mengira sepi dan rasa sendiri yang saya rasakan efek dari ketiadaan teman saat jelang operasi. Saat itu suami pergi Jum'atan, sedangkan keluarga jauh semua. Kami hanya berdua tinggal di Cikarang. Alhasil saya benar-benar merasa sendirian berjuang melahirkan.

Namun, ternyata saya salah. Pasca secar anak kedua, saya juga mengalami rasa sendiri dan sedih, walaupun tidak berkepanjangan. Mungkin efek dari rasa lelah, karena kurang tidur. Ditambah jelang kepulangan, anak justru masuk ruang ICU karena bilirubin. Harus dilaser selama satu malam. Akhirnya saya putuskan untuk tetap bertahan di rumah sakit demi bayi yang baru lahir agar tetap bisa menyusu ketika haus. Saya tidak mau meninggalkannya, meskipun saya saya harua keluar kamar. Tidak mengapa, saya tidur di ruang tunggu.

Benar saja, asip yang saya tinggalkan sebelumnya sama sekali tidak memadai. Nadine (nama si bayi) membutuhkan asi jauh lebih banyak dari persediaan. Alhasil, satu malam itu saya tidak tidur, kedinginan karena duduk-duduk dikursi lorong rumah sakit, dan harus terus-menerus memerah asi hingga pagi,  agar si bayi tidak kelaparan.

Pagi tenaga saya seperti telah terkuras habis. Saya ingin segera ada panggilan suster yang mengabarkan Nadine boleh dibawa pulang.

Sekitar pukul 09:00 panggilan itu baru datang. Saat saya mendatangi suster yang memanggil, saya sudah tidak kuat rasanya. Airmata tumpah, saya lari ke pojok rumah sakit. Menangis tersedu-sedu. Tidak ada yang tahu, betapa saya lelah jiwa raga. Tergugu di kursi pojok salah satu ruang tunggu. Suami  dan  Nurul (nama anak pertama), sedang ke lantai bawah untuk mengurus administrasi. 

Jelang dzuhur Nadine boleh dibawa pulang.

3. Depresi

Seminggu setelah kelahiran anak pertama, saya masih ditemani ibu mertua, namun di minggu ketiga saya sendiri lagi, karena suami harus bekerja. Berangkat pukul 06:30, pulang pukul 21:30. Hampir setiap hari saya menangis yang tidak beralasan.

Ketakutan-ketakutan terus datang silih berganti. Ruang imaginasi begitu jahat menghantui. Memunculkan mahluk-mahluk mengerikan di depanku. Lobang misteri raksasa yang akan menelan kami, dinosaurus yang akan menginjak kami, pesawat tempur yang akan menembak kami. Dan sebagainya.

Setiap suami sudah berangkat kerja, saya selalu segera menyembunyikan pisau dapur agar tidak terlihat oleh mata saya. Takut khilaf. Dan saya tidak berani menceritakan apa yang sering terlintas dibenak saya, yang intinya, Naudzubillahimindzaalik.

Dibutuhkan Pendampingan

Adalah benar, pasca melahirkan, terutama secar, sebaiknya ibu dan bayi jangan dibiarkan sendirian, karena demi Tuhan, itu terasa berat sekali. Dia butuh perhatian, dia butuh ditemani.

Di sini, peran suami sebagai orang terdekatnyalah yang sangat dibutuhkan. Secapek apa pun sepulang kerja, sempatkanlah mendengarkan cerita istri di rumah, meskipun hanya beberapa menit.

Para suami, Sempatkanlah mendekapnya walau beberapa detik. Mungkin istrimu ingin menangis dalam pelukanmu, mungkin istrimu butuh rengkuhan.

Percayalah, hatinya akan tenang setelah ia peroleh rengkuhan dari orang yang dianggapnya bisa melindungi. Dia akan merasa aman setelah seharian berjuang dalam kesendirian melawan ketakutan-ketakutan.

Surabaya, Kamis, 27 Juni 2019 (10:42)

67 comments
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS