0
Home  ›  My Story

Ketika Terkabulnya Doa Tidak Sesuai Ekspektasi



Kali ini mau curhat, Mak. Rasa nyesek yang tiba-tiba bergelayut.

Doa yang TERKABUL. Lho doa terkabul kok malah nyesek? Iya nih. Karena bukan ini maksud saya.

Malam kemarinan sempet juga tertawa bareng suami. Ya, saya mentertawakan diri sendiri ketika akhirnya saya menceritakan apa doa saya sejak beberapa bulan (tahun mungkin) yang lalu.


Ceritanya, ketika saya masih aktif di komunitas di Jakarta, saya sering bertemu dengan pimpinan  organisasi. Beliau ini dulunya adalah preman pasar yang sudah berkali-kali masuk penjara. Bersyukur Allah memberinya hidayah sehingga kini menjadi orang yang sangat tunduk terhadap akidah dan menjadi pejuang dakwah. Setiap kali kami bertemu, selalu ada hikmah dari cerita beliau.

Suatu pertemuan beliau cerita bagaimana kondisi ekonominya ketika itu. Tinggal mengontrak di sebuah petakan selama bertahun-tahun bersama istrinya.

Hingga ketika beliau tiba di titik lelahnya, beliau pergi ke masjid. Di sana ia bersimpuh, mengadu akan kelelahannya membayar kontrakan setiap bulan yang terasa begitu cepat. Merasa belum hilang capeknya mencari uang untuk membayar bulan berjalan, bulan depan sudah diambang waktu. Sudah datang tagihan bulan berikutnya. Selalu begitu. Ya satu bulan memang terasa sangat cepat bukan? Hampir semua orang pasti merasakan hal itu.

Di masjid beliau mengadu, meminta kepada Rabbnya agar diberi tempat tinggal milik sendiri.

Dan Allah mengabulkan permintaannya! Tidak lama setelah itu, seseorang menghubunginya, dan memberinya sebuah rumah sederhana di daerah Pondok Gede.

Beberapa bulan berlalu, tahun berganti. Selama itu saya dan suami tetap tinggal dengan mengontrak petakan di daerah Jakarta. Lalu pindah ke Cikarang. Membuka usaha makanan di sebuah ruko besar daerah Lippo Cikarang. Alhamdulillah lumayan laris, sebelum akhirnya kami harus berpindah lagi, dan mencari kontrakan baru. Menyewa dua tempat sekaligus. Satu buat tempat tinggal, dan satu lagi untuk berdagang. Kami masih menikmati keramaian pengunjung, hingga terjadinya gejolak harga pasar. Semua harga kebutuhan berdagang melonjak. Beberapa pedagang makanan dan rumah makan sekitar banyak yang tutup. Kami tetap berusaha bertahan. Dan saya mulai merasakan kelelahan membayar kontrakan.

Terinspirasi dari cerita ketua komunitas, saya mengadu kepada Rabbku. “Beri kami tempat tinggal sekaligus buat berwirausaha yang tanpa harus membayar sewa yaa Allah.” Hampir setiap kali usai sholat, bahkan dalam sujud sholat, saya selalu meminta itu kepada Allah.

Endingnya, selepas mudik lebaran 2016, usaha kami menjadi sepi, pelanggan yang biasanya datang tanpa henti hilang sama sekali. Yang ada, wajah-wajah lama sekitar tempat kami berjualan saja. Kalaupun ada pembeli wajah baru, itu sangat sedikit jumlahnya. Hasil usaha kami menurun drastis. Penjual makanan sekitar pun semakin banyak yang tutup.



Akhirnya kami pun peroleh informasi, banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan, sehingga melakukan PHK besar-besaran. Oh… saya pun mengerti, kenapa pelanggan kami hilang semuanya. Mereka sudah tidak di sana lagi. Pulang kampung karena kehilangan pekerjaan.

Kami pun memutuskan untuk pindah lagi. Tetapi karena keterbatasan tenaga, karena saya memiliki bayi, suami memutuskan tidak membuka usaha lagi. Tetapi bekerja di sebuah PT daerah Jababeka. Doa meminta hunian yang nyaman tanpa harus membayar sewa bulanan terus saya panjatkan. Hingga tiba masanya, suami jenuh bekerja. Maklumlah dia bukan type pekerja. Jadi meskipun pekerjaannya sudah enak, tetap saja tidak betah. Kami memutuskan pulang ke Lampung di pertengakan 2018.

Yupz! Allah akhirnya mengabulkan doa saya. Di Lampung kami tinggal di rumah orang tua yang besar, kamar luas, dan ada kios untuk wirausaha di depan rumah. Sayangnya saya tidak menyadarinya, bahwa di sini, doa saya sedang bekerja.

Awal November kami meninggalkan Lampung dan menuju Surabaya.

Di Surabaya, kami tinggal bersama mertua. Anehnya, saya baru menyadari beberapa hari terakhir ini. Bahwa inilah jawaban Allah akan doa saya. Tempat tinggal yang tanpa membayar sewa. Membuat saya tertawa. Mentertawakan sekaligus menangisi diri sendiri.

“Yaa Allah, bukan ini maksud saya.” Saya tidak ingin tinggal sama orangtua maupun mertua saya. Saya ingin memiliki rumah sendiri bersama keluarga saya tercinta.

*Curhat pagi

Tabik
Ida Raihan
Surabaya, Senin, 01 April 2019 (07:31)

84 comments
Search
Menu
Theme
Share
Additional JS